KEPEMIMPINAN RELIGIO-TRANSFORMASIONAL: ALTRUISME KIAI DALAM MEMBANGUN KARAKTER DAN BUDAYA PM GONTOR VII PUTRA SULAWESI TENGGARA


ABSTRAK
            Penelitian ini dilakukan untuk mendalami empat hal, yakni: 1) bagaimana proliferasi PM Gontor menjadi korporasi pesantren terbesar di Indonesia; 2) Bagaimana kepemimpinan kiai dalam membangun budaya organisasi pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara; 3) Bagaimana kepemimpinan kiai dalam membangun karakter pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara; 4) Bagaimana kiai sebagai sosok religio-transformasional dalam kehidupan pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara. Sebagaimana kelaziman dalam pendekatan kualitatif, proses pengumpulan data menjadikan peneliti sebagai instrumen utama dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan studi dokumentasi. Informan kunci dipilih sebagai pintu masuk untuk mendapatkan informasi yang luas dan mendalam. Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan teknik analisis data dari Miles dan Huberman, yakni: reduksi, display, dan verifikasi. Jaminan keabsahan diperoleh dengan melakukan member check, trianggulasi, perpanjangan pengamatan, dan peningkatan ketekunan. Penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut: 1) Proliferasi Pondok Gontor menjadi korporasi pesantren terbesar di Indonesia merupakan hasil dari proses seleksi alam. Mengalami masa kelahiran, perkembangan, reformasi, dan ekspansi; 2) Kiai menjadi penjaga budaya pondok yang terdiri dari dimensi gagasan dan cita-cita "tanggung jawab memajukan umat Islam & mencari ridha Allah SWT, yang secara strategis didirikanlah lembaga pesantren. Panca jiwa menjadi nilai-nilai perekat sedangkan panca jangka menjadi bentuk layanan yang diberikan pondok secara internal maupun eksternal; 3) Kiai juga membangun karakter pondok secara individual seperti dalam motto "berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berpikiran bebas. Karakter organisasional juga dibangun sesuai dengan semboyan "berdiri di atas dan untuk semua golongan"; 4) Keberadaaan kyai sangat strategis sebagai pemimpin transformasional, pembangun dan penjaga budaya organisasi pondok, serta membentuk karakter Pondok Modern Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara.

Kata Kunci: Kepemimpinan, Religio-Tranformasional, Gontor

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
            Pondok Modern Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara merupakan fenomena menarik pendidikan daerah. Di tengah kompetisi lembaga pendidikan yang semakin ketat, pondok Gontor VII Putra tetap memperlihatkan magnet yang kuat bagi masyarakat Sulawesi Tenggara. Beberapa keunggulan seperti: kemampuan dua bahasa (bilingual), kewirausahaan (entrepreneurship), kemandirian keuangan (Chizanah), jaringan antar lembaga (nerworking), merupakan daya tarik bagi masyarakat Sulawesi Tenggara dan sekitarnya untuk menitipkan anak-anak mereka pada lembaga tersebut.
            Konsistensi pengamalan 14 point kualifikasi kepemimpinan di atas menjadi kekuatan besar dalam membangun karakter dan budaya organisasi Pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara. Kualifikasi kepemimpinan jika ditelisik tidak hanya merupakan pancaran dari semangat keagamaan tetapi juga mengadopsi nilai yang berkembang dalam tradisi non agama seperti kepemimpinan transformasional yang berkembang di barat. Hal ini dimungkinkan di Pondok Gontor karena gagasan pendiriannya merupakan gabungan dari beberapa model pendidikan di beberapa negara.

Fokus Penelitian
            Penelitian ini berupaya menelisik relasi eksistensi figur Kiai dengan karakter dan budaya pondok Gontor VII Putra. Pandangan hidup Kiai dalam konteks perubahan budaya dan perannya dalam membangun (memelihara) karakter dan budaya organisasi pondok adalah dua hal yang menjadi sorotan utama penyelidikan.

Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bermaksud mendalami masalah-masalah sebagai berikut:
      1. Bagaimana proliferasi PM Gontor menjadi corporasi pesantren terbesar di Indonesia    ?
      2. Bagaimana kepemimpinan kiai dalam membangun budaya organisasi PM Gontor VII Putra        
          Sulawesi Tenggara?
      3. Bagaimana kepemimpinan kiai dalam membangun karakter PM Gontor VII PutraSulawesi   
          Tenggara?
      4. Bagaimana eksistensi kiai sebagai sosok religio transformasional dalam kehidupan PM Gontor 
          VII Putra Sulawesi Tenggara?

TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Terdahulu
            Sebagai persoalan penting dalam kehidupan berkelompok bagi manusia, persoalan kepemimpinan telah mengundang berbagai ahli untuk melakukan penelitian dan kajian-kajian. beberapa di antaranya adalah Ade Juhana yang melakukan riset tentang ”Kepemimpinan Kiai-Jawara: Relasi Kuasa dalam Kepemimpinan Tradisional Religio-Magis di Pedesaan Banten". "Pesantren: dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi Institusi" yang dilakukan oleh Mujamil Qomar. Said Aqil Siradj yang mengambil tema "Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren". Syahrul Marham melakukan kajian tentang "Tanggung Jawab Sosial Pesantren". La Ode Abdul Wahab melakukan kajian kebahasaan dengan tema "Perilaku Berbahasa Santri pada Pondok Gontor VII Putra Puudahoa Sulawesi Tenggara". Demikian juga Abdul Kadir melakukan kajian lebih lanjut tentang Kepemimpinan Islam, Budaya Organisasi dan Iklim Kerja di Pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara.

Kerangka Teoretik
            Diskursus manajemen secara mutawatir menegaskan bahwa inti dari manajemen adalah kepemimpinan. Planning, Organizing, dan Controlling dirangkai oleh kegiatan Actuating yang secara esensial berarti proses menggerakkan. Dalam proses menggerakkan inilah fungsi kepemimpinan berlaku. Seseorang yang memiliki pengaruh kuat (leader) yang menjadi lokomotif penyambung POC (Planning, Organizing, Actuating). Kehadiran seorang pemimpin seorang sejatinya dalam rangka memberi perbedaan (make a difference).
            Karenanya pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan merangkai seluruh potensi organisasi untuk tujuan bersama. Sebagaimana ditegaskan oleh Overton bahwa "Kepemimpinan merupakan kemampuan memperoleh tindakan dengan dan melalui orang lain dengan kepercayaan dan kerjasama". Lebih luas lagi dilukiskan oleh Stoner dkk bahwa "kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi anggota dalam berbagai kegiatan yang harus dilakukan".

METODE PENELITIAN
            Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Informan kuncinya adalah Kiai sehingga memungkin untuk mendapatkan data primer maupun sekunder. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi terlibat, dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan model dari Miles dan Huberman, yakni pengumpulan data, reduksi, display, dan verifikasi. Sedangkan pengujian keabsahan data dilakukan dengan cara member check, trianggulasi, perpanjangan pengamatan dan peningkatan ketekunan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proliferasi PM Gontor Menjadi Korporasi Pesantren
            Perjalanan panjang Pondok Modern Darussalam Gontor pada abad ke-18. Pondok tegalsari sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Bashari. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di pondok ini. Saat pondok tersebut dipimpin oleh Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera penghulu Jamaluddin dan cucu paneran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang padanya. Maka setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia dinikahkan dengan putri Kyai dan diberi kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor. Gontor adalah sebuah tempat yang terletak kurang 3 km sebelah timur Tegalsari dan 11 km ke arah tenggara dari kota ponorogo. Pada saat itu, gontor masih merupakan kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini di kenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun, bahkan pemabuk.
            PM Gontor dibawah pimpinan Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang pesat, khususnya ketika dipimpin oleh puteranya yang bernama Kyai Anom Besari. Setelah kyai Anom Basari wafat, Pondok Gontor diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor lama di bawah pimpinan Kyai Santoso Anom Besari. Setelah pejalanan tersebut, tibalah masa bagi generasi keempat. Tiga dari tujuh putra-putri Kyai Santsoso Anom Besari menuntut ilmu ke berbagai lembaga pndidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor, mereka adalah :
·      KH. Ahmad Sahal (1901-1977)
·      KH. Zainuddin Fanani (1908-1967)
·      KH. Imam Zarkasyi (1910-1985)
            Ketiga orang tokoh di atas melakukan pembaharuan system pendidikan di Gontor dan mendirikan Pondok Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul awwal 1345, dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.  Singkatnya, perkembangan PM Gontor menjadi korporasi pesantren terbesar di Indonesia melalui tiga fase yakni: berawal dari Pondok Tegal Sari yang dipimpin oleh Kiai Ageng Hasan Bashari di abad 18, masa perkembangan pada generasi kedua dan ketiga di bawah pimpinan Kiai Anom Bashari dan Kiai Santoso Anom Bashari, Reformasi dan Ekspansi pada generasi keempat dibawah trimurti (KH. Ahmas Sahal, KH. Zainuddin Fanani, KH. Imam Zarkasyi).

Kepemimpinan Kiai dalam Membangun Budaya Organisasi PM Gontor VII Putra
            Layaknya sebuah bangunan, budaya organisasi merupakan seperangkat komponen yang bersifatabstrak maupun kongkrit yang mewarnai kiprah organisasi sekaligus menjadi identitas yang membedakannya dari entitas lain. Komponen yang bersifat abstrak itu seperti gagasan dan cita-cita dan nilai-nilai bersama. Sedangkan komponen yang bersifat kongkrit itu dapat berupa strategi dan produk yang dihasilkan oleh sebuaha lembaga. Strategi dan produk merupakan manifestasi dari gagasan/cita-cita dan nilai-nilai bersama yang dianut.
            Budaya organisasi pondok modern gontor merupakan produk sejarah dimana beberapa manusia-manusia “istimewa” menjadi agen utamanya. Sehingga upaya memahami budaya mereka haruslah dimulai dengan melakukan pembacaan secara komprehensif perjalanan panjang pondok pesantren ini.

Gambar 1. Budaya PM Gontor VII
DIMENSI
KONTEN
Gagasan & Cita-Cita
Tanggung jawab memajukan umat Islam & mencari Ridha Allah SWT
Strategi
Pendirian Lembaga Pesantren (Awal) dan Ekspansi (saat ini)
Nilai-Nilai Bersama
Panca Jiwa:
Jiwa Keikhlasan
Jiwa Kesederhanaan
Jiwa Berdikari
Jiwa Ukhuwah Islamiya
Jiwa Bebas
Artefak
Produk dalam bentuk lulusan, layanan sebagai cerminan dari panca Jangka:
  1. Pendidikan dan Pengajaran
  2. Kaderisasi
  3. Pergedungan
  4. Chizanatullah
  5. Kesejahteraan Keluarga Pondok

Kepemimpinan Kiai dalam Membangun Karakter PM Gontor VII Putra
            Karakter pondok modern gontor tertuang dalam motto: berbudi tingi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikir bebas, serta semboyan “berdiri di atas dan untuk semua golongan”. Gontor sebagai sintesa Al-Azhar, Syanggit, Aligarh dan Santiniketan. Para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, pada awal pembangunan pondok gontor baru telah mengkaji berbagai lembaga pendidikan terkenal dan maju di luar negeri, khususnya yang sesuai dengan system pondok pesantren.

Kiai Sebagai Sosok Pemimpin Religio-Transformasional dalam kehidupan PM Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara
            Keberadaaan kyai sangat strategis sebagai pemimpin transformasional, pembangunan dan penjaga budaya organisasi pondok, serta membentuk karakter Pondok Modern Gontor Puudahoa. Sejarah panjang yang diiringi banyak sukses menjadi tanda bahwa pondok modern gontor memiliki budaya organisasi yang kuat. Konsistensi yang tinggi dalam menjalani gagasan dasar tentang “tanggung jawab memajukan umat Islam dan mencari ridha Allah” mewujud dalam pendirian lembaga pesantren. Inovasi dilakukan dengan melakukan sintesa atas model pendidikan dibeberapa negara yang memiliki keunggulan spesifik, sehingga dirumuskanlah konsep pondok gontor yang mendunia, inklusif dan populis. Kekuatan budaya organisasi ini jugalah yang menjadikan pondok gontor sebagai “korporasi pendidikan besar” di Indonesia melalui ekspansi ke wilayah-wilayah nusantara.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan hasil analisis, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam kajian ini adalah sebagai berikut:
1.    Proliferasi Pondok Modern Gontor hingga menjadi korporasi pesantren terbesar di Indonesia telah melewati pasang surut sejarah yang cukup panjang. Dimulai oleh generasi pertama di Pondok Tegal Sari yang dipimpin oleh Kiai Ageng Hasan Bashari pada abad ke 18, memasuki masa perkembangan pada generasi kedua dan ketiga di bawah Kiai Anom Bashari dan Kiai Santoso Anom Bashari, kemudian masuk masa reformasi dan ekspansi di bawah kepemimpinan Trimurti (Kiai Ahmad Sahal, Kiai Zainuddin Fanani, Kiai Imam Zarkasyi). Mengikuti seleksi, PM Gontor berdiaspora di Nusantara yang salah satu bentuknya adalah PM Gontor VII Putra di Desa Puudahoa, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
2.    Budaya organisasi Pondok Modern Gontor VII Puudahoa terdiri dari beberapa dimensi yakni: gagasan dan cita-cita tentang tanggung jawab memajukan ummat Islam dan mencari ridha Allah. Gagasan dan cita-cita tersebut diwujudkan dalam bentuk pendirian lembaga pesantren yang merupakan sintesa dari empat lembaga pendidikan dunia yang memiliki keunggulan spesifik. Sintesa tersebut menghasilkan nilai-nilai bersama yang disebut “panca jiwa”, yakni lima semangat dasar yang melandasi gerakan pondok modern gontor, yakni jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa berdikari, jiwa ukhuwah islamiyah, dan jiwa bebas. Sedangkan artefak-artefak yang diamati adalah: produk yang berupa lulusan/alumni yang tersebar di seluruh penjuru nusantara, ekspansi organisasi ke seluruh nusantara, kemampuan multi-bahasa, dan enterpreneunship.
3.    Karakter pondok modern gontor tertuang dalam motto: berbudi tingi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikir bebas, serta semboyan “berdiri di atas dan untuk semua golongan”.
4.    Keberadaaan kyai sangat strategis sebagai pemimpin transformasional, pembangunan dan penjaga budaya organisasi pondok, serta membentuk karakter Pondok Modern Gontor Puudahoa. Sejarah panjang yang diiringi banyak sukses menjadi tanda bahwa pondok modern gontor memiliki budaya organisasi yang kuat. Konsistensi yang tinggi dalam menjalani gagasan dasar tentang “tanggung jawab memajukan umat Islam dan mencari ridha Allah” mewujud dalam pendirian lembaga pesantren. Inovasi dilakukan dengan melakukan sintesa atas model pendidikan dibeberapa negara yang memiliki keunggulan spesifik, sehingga dirumuskanlah konsep pondok gontor yang mendunia, inklusif dan populis. Kekuatan budaya organisasi ini jugalah yang menjadikan pondok gontor sebagai “korporasi pendidikan besar” di Indonesia melalui ekspansi ke wilayah-wilayah nusantara.

Saran-saran
            Penelitian yang bersifat deskritif ini menghasilkan beberapa catatan rekomendasi sebagai beikut:
1. Perlunya menguatkan budaya oraganisasi pada lembaga-lembaga pendidikan terutama pada konteks kajian ini yakni lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah dan sekolah Islam), dengan menjadikan pondok gontor sebagai benchmarking.
2. Kebesaran sebuah lembaga sangat ditentukan oleh karakter yang terbangun di dalamnya, sehingga sangat disarankan kepada para pelaku organisasi pendidikan untuk fokus pada persoalan pembentukan karakter tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulloh (Tesis), Pengaruh Budaya Organisasi, Locus Of Control dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kantor Pelayanan Pajak Semarang Barat, Universitas Diponegoro, 2006
Azra, Azyumardi, Essei Intelektual Muslim Dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999
Basri, Husen Hasan dkk, Pengajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren, Jakarta, Badan Litbang Dan Diklat Kemenag RI, 2011
Batmang, Pembelajaran Bahasa Arab pada Pondok Modern Gontor VII Puudahoa; Studi Etnografi di Sulawesi Tenggara, P3M STAIN Kendari, 2012
Bedeian, Arthur W And Glueck, William F, Management, Third Edition, Chicago: The Dryden Press, 1983
Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana, 2008
Bungin, Burhan, Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2008
B. Miles, Mattew & A. Michael Huberman, Analisiss Data Kualitatif, Terjemahan: Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta : UI Press, 1992
Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004
David Thenuwara Gamage and Nicholas Sun-Keung Pang, Leadership and Management In Education; Developing Essential Skills And Competencies, Hong Kong: The Chinese University Press, 2003
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982
Gabriel, Vincent, Management, Third Edition, Singapore: Pearson Eduction South Asia Singapore Pte Ltd, 2003
Griffin, Ricky W, Management, Second Edition, Houngthon Mifflin Company, 1987
Gibson, Donelly, Ivancevich, Alih Bahsa: Zuhad Ichyaudin. Manajemen. Jakarta: Erlangga, 1997
Handoko, T.Hani, Manajemen, Yogyakarta, BPFE-UGM, 2003
James L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnely, JR, Organizations: Behavior, Structure, Processes, Seventh Edition, Boston: Richard D. Irwin, 1991
Koontz, Harold And Cyril O’Donnel, Heinz Weihrich, Management, Eight Edition, New York: Mcgraw-Hill Book Company, 1984
Luthans, Fred, Organizational Behavior, Seventh Edition, New York: Mcgraw-Hill International, 1995
Jurnal Edukasi Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI Volume 9, Nomor 1, Januari-April 2011
Madjid, Nurcholis, Islam Agama Kemanusiaan, Jakatra: Paramadina, 1995
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: Inis, 1994
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Mujammil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2002
Rahmwati, Ike Kusdiyah, Manajemen, Malang: UMM Press, 2005
Schein, Edgar H, Oraganizational Culture and Leadership, San Fransisco: Jossey-Bass, 2004
Siagian, Sondang P, Filsafat Administrasi, Edisi Revisi, Cet.I, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Setyorini, Christina Tri, Siti Maghfiroh, Yusriyanti Nur Farida, http://journal.bakrrie.ac.id/index.php/journal_mra/article/view/46
diunduh: 01 februari 2013
Sitomorang, Benyamin (Disertasi), Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Komunikasi Interpersonal, dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisassi Kepala Sekolah (Studi Kasus pada SMK di Kota Medan), Universitas Negeri Medan, 2012
Steenbrink, Karel, Pesantren, Madrassah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1994
Stoner, James AF., R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbart JR. Manajemen. Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996
Straus, Anselm & Corbin, Juliet, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik Teoritisasi Data, Cet.I, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003
Sugiyono, Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2004
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rodakarya, 2000
Tjiptono, Fandy & Diana, Anastasia, Total Quality Management, Edisi Revisi, Yogyakarta: Andi, 2003
Wahab, La Ode Abdul, Perilaku Berbahasa Santri, P3M STAIN Kendari, Tahun 2011
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta: LkiS, 2010
Wahid, Abdurrahman, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999
Williamss, Chuck, Terjemaahan: M. Sabaruddin Napitupulu. Manajemen, Jakarta: Salemba Empat, 2001
Winardi, SE, Kepemimpinan dalam Manajemen, cet.II, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000
Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholish Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta: Ciputas Press, 2002

Komentar

  1. SILAHKAN KAWAN-KAWAN MPI-B/15 MEMBERI ULASAN

    BalasHapus
  2. Dari uraian diatas bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama islam dengan menekankan pentingnya moral agama serta membangun katakter santri sebagai pedoman hidup, membangun budaya organisasi pada pondok pesantren terkait dengan pendiri pondok secara tradisional memiliki dampak utama pada budaya organisasi. Selain itu Pondok pesantren telah dianggap sebagai model institusi
    pendidikan yang mempunyai keunggulan, baik dalam tradisi
    keilmuannya dinilai sebagai salah satu tradisi yang agung (great
    tradition), maupun pada sisi transmisi dan internalisasi moralitasnya.
    Di sisi lain pesantren juga merupakan pendidikan yang dapat
    memainkan peran pemberdayaan (empowerment) dan transformasi
    civil society secara efektif.

    BalasHapus
  3. Berdasarkan uraian diatas bahwa menjadi seorang kiai itu tidaklah gampang karena sebahagian besar waktunya untuk mendidik tanpa batas waktu tidak seperti pendidik pada umumnya dan salah satu upaya memperbaiki kualitas SDM dengan adanya pondok pesantren dengan model pendidikan yang bersifat karakter dan harus dilakukan secara berkesinambungan agar karakter itu dapat terbentuk dengan kokoh.
    Berbicara pesantren kiai dan pesantren ibarat dua mata sisi uang tidak dapat di pisahkan karena tidak mungkin ada pesantren tanpa adanya kiai begitupun sebaliknya, nah posisi kiai d sini yang sangat menentukan kemana arah perjalanan pesantren ditentukan oleh kiai karena dialah yang menjadi pemimipn masyarakat dan sekaligus ulama.
    Yang tidak bisa kita pungkiri bahwa anak didik dari pondok pesantren memiliki input yang berkualitas karena memang pondok pesantren itu memiliki keunggulan atau keunikan tersendiri.

    BalasHapus
  4. Berdasarkan uraian di atas yg sy baca yaitu :
    pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan merangkai seluruh potensi organisasi untuk tujuan bersama. Sebagaimana ditegaskan oleh Overton bahwa "Kepemimpinan merupakan kemampuan memperoleh tindakan dengan dan melalui orang lain dengan kepercayaan dan kerjasama".
    Bgitupun dengan PM Gontor dibawah pimpinan Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang pesat, khususnya ketika dipimpin oleh puteranya yang bernama Kyai Anom Besari.

    BalasHapus
  5. berdasarkan ulasan di atas bahwa Gontor merupakan lembaga pendidikan yang tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan mana pun. Selain itu, apa yang ada di Gontor ini terjadi proses pimpin memimpin, tidak ada yang bisa bebas semaunya sendiri, semuanya ada tatanannya dan aturannya. Dan untuk itu semuanya, siapapun yang hidup di Gontor harus mengalami proses kepemimpinan. Siap memimpin dan siap dipimpin dengan segala keikhlasannya.
    by nur azizah mahmud

    BalasHapus
  6. berdasarkan uraian di atas menurut saya Pengelolaan lembaga pendidikan seperti pesanteren yg di dasari dgn nilai nilai agama budi pekerti ahklaq mulia membuat podok pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yg digunakan karna menghasilkan output yg berkualitas dan di sertai dgn karakter yg berjiwa religius selain itu proses penyeleksian pemimpin/pimpinan pondok pesantren yg begitu ketat membuat lembaga pendidikan pesantren menjadi lembaga unggulan karna dipimpin oleh pemimpin yg unggul dan berkompeten di bidangnya.

    BalasHapus
  7. Dari uraian diatas, dalam membangun suatu lembaga pendidikan islam sudah seharusnya seorang pemimpin mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu mentransfer ilmu pengetahuannya kepada peserta didik.
    Sebagai seorang kiai atau seorang pemimpin setidaknya harus memperhatikan fungsi_fungsi manajemen diantaranya yaitu pleaning, organizing, actuating dan controling.
    Anak didik dari pondok pesantren memiliki ilmu pengetahuan yang lebih dari lembaga pendidikan umum lainnya dan anak didik dari pondok pesantren memiliki karakteristik tersendiri dan pesantren mampu menciptakan output yang berkualitas.

    BalasHapus
  8. Bismillah... Terkait dengan uraian diatas seperti yg dijelaskn bahwa sanya pondok pesantren gontor murakan pondok pesantern terbesar di indonesia. Dan pondok pesantrn gontor juga merupakan pondok pesantren yang telah diakui keunggulannya oleh masyarakat dan pemerintah, hal ini dapat dilihat dari prestsi" yg di dapatkan oleh pondok tersebut. Keunggulan itu didasari karena kemampuan pemimpin pondok dalam mengelola dan membangun budaya organisasi serta karakter pondok yang berbeda dari pondok pesantren yang lain.

    BalasHapus
  9. Dari uraian di atas dijelaskan bahwa Keberadaaan kyai sangat strategis sebagai pemimpin transformasional, pembangunan dan penjaga budaya organisasi pondok, serta membentuk karakter Pondok Modern Gontor Puudahoa.sukses menjadi tanda bahwa pondok modern gontor memiliki budaya organisasi yang kuat. Konsistensi yang tinggi dalam menjalani gagasan dasar tentang “tanggung jawab memajukan umat Islam dan mencari ridha Allah” mewujud dalam pendirian lembaga pesantren. Inovasi dilakukan dengan melakukan sintesa atas model pendidikan dibeberapa negara yang memiliki keunggulan spesifik, sehingga dirumuskanlah konsep pondok gontor yang mendunia, inklusif dan populis.

    BalasHapus
  10. Dari uraian diatas bahwasanya pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang menanamkan atau menekankan nilai-nilai pendidikan dan moral yang baik dan membentuk karakter santri menjadi lebih baik. Kemudian seorang kiai dalam mengembangkan budaya organisasi yang ada dalam lembaga pesantren agar lebih berkembang sesuai denga apa yg telah di rencanakan dan sukses sesui dengan apa yg di harapkan. Seorang kiai juga berperan penting sebagai seorang pemimpin yang memberikan teladan yang baik bagi santri-santrinya karena dengan menunjukkan teladan yang baik dapat berpengaruh baik pula bagi pembentukan karakter seorang santri. Tampak jelas bahwa pendidikan pesantren sangat menekankan pentingnya menegakkan islam di tengah-tengah kehidupan para santri sebagai sumber utama moral yang merupakan kunci moral yang baik dari keberhasilan para santri. Pesantren dalam hal ini berperan ganda, yakni pesantren terlibat dalam proses penciptaan tata nilai yang memiliki dua unsur usaha-usaha yang dilakukan terus menerus secara sadar memudahkan pola kehidupan para santri dan disiplin sosial yag ketat di pesantren untuk mendapatkan topangan moral dari kiai untuk kehidupan pribadinya yang lebih baik. Dengan teladan yang baik dari seorang kiai dapat menjadikan pondok pesantren yang terbesar di indonesia dengan memiliki kiai yg profeaional.

    BalasHapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. pertama yang ingin saya komentari adalah daftar pustakanya. menurut saya, tulisan dengan referensi yang banyak seperti ini menunjukan bahwa penguasaan dan keahlian penulis dalam hal kepenulisan memang tidak diragukan lagi. . .

    BalasHapus
  13. Menurut kacamata saya mengenai artikel di atas adalah pendidikan di Pondok Pesantren terletak pada kemampuan menciptakan sebuah sikap hidup universal yang merata, yang diikuti oleh semua santri, sehingga santri lebih bersikap hidup, independen tidak bergantung diri kepada siapa dan lembaga masyarakat apapun dan dapat memelihara sub-kultural sendiri. Sehingga jelaslah Islam sebagai Agama Rahmatan lil’alamin.
    Pesantren sekarang secara mendasar terus bertransformasi dengan memberikan bekal keterampilan atau spesifikasinya bagi para santri seperti pendidikan guru, pertanian, perikanan, kerajinan. Ini Dilakukan dalam upaya bernegosisasi dengan nilai-nilai baru yang berkembang di masyarakat akibat kemajuan science, knowladge dan teknologi informasi.
    Jadi jelaslah Pondok Pesantren salah satu sarana pokok yang sangat menentukan kehidupan manusia, karena masalah keimanan dan mu’amalat dipadukan jadi kesatuan yang serasi, karena hanya perbuatan yang dilandasi imanlah yang akan mengantarkan manusia pada hidup bahagia di dunia dan hakiki diakhirat nanti.
    Sudah saatnya kita semua yang menginginkan Pesantren tetap berpijak pada jati dirinya untuk lebih serius dalam mencurahkan perhatiannya tanpa harus membedakan pesantren salaf dan kholaf, klasik dan modern, mandiri dan terpadu. Karena Pondok Pesantren dalam rentang sejarahnya telah memberikan kontribusi nyata dalam melahirkan generasi berkualitas dan mampu menjaga moralitas bangsa. Revitalisasi pondok pesantren mutlak dibutuhkan dalam membangun bangsa menuju baldatun toyyibatun warobbun gofur...
    syukron,,,


    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANUSIA SEBAGAI INTI ORGANISASI