KEPEMIMPINAN RELIGIO-TRANSFORMASIONAL: ALTRUISME KIAI DALAM MEMBANGUN KARAKTER DAN BUDAYA PM GONTOR VII PUTRA SULAWESI TENGGARA
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk
mendalami empat hal, yakni: 1) bagaimana proliferasi PM Gontor menjadi
korporasi pesantren terbesar di Indonesia; 2) Bagaimana kepemimpinan kiai dalam
membangun budaya organisasi pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara; 3) Bagaimana
kepemimpinan kiai dalam membangun karakter pondok Gontor VII Putra Sulawesi
Tenggara; 4) Bagaimana kiai sebagai sosok religio-transformasional dalam
kehidupan pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara. Sebagaimana kelaziman
dalam pendekatan kualitatif, proses pengumpulan data menjadikan peneliti
sebagai instrumen utama dengan menggunakan teknik wawancara mendalam,
pengamatan terlibat, dan studi dokumentasi. Informan kunci dipilih sebagai
pintu masuk untuk mendapatkan informasi yang luas dan mendalam. Data yang
terkumpul diolah dengan menggunakan teknik analisis data dari Miles dan
Huberman, yakni: reduksi, display, dan verifikasi. Jaminan keabsahan diperoleh
dengan melakukan member check, trianggulasi, perpanjangan pengamatan, dan
peningkatan ketekunan. Penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut: 1)
Proliferasi Pondok Gontor menjadi korporasi pesantren terbesar di Indonesia
merupakan hasil dari proses seleksi alam. Mengalami masa kelahiran,
perkembangan, reformasi, dan ekspansi; 2) Kiai menjadi penjaga budaya pondok
yang terdiri dari dimensi gagasan dan cita-cita "tanggung jawab memajukan
umat Islam & mencari ridha Allah SWT, yang secara strategis didirikanlah
lembaga pesantren. Panca jiwa menjadi nilai-nilai perekat sedangkan panca
jangka menjadi bentuk layanan yang diberikan pondok secara internal maupun
eksternal; 3) Kiai juga membangun karakter pondok secara individual seperti
dalam motto "berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas,
berpikiran bebas. Karakter organisasional juga dibangun sesuai dengan semboyan
"berdiri di atas dan untuk semua golongan"; 4) Keberadaaan kyai
sangat strategis sebagai pemimpin transformasional, pembangun dan penjaga
budaya organisasi pondok, serta membentuk karakter Pondok Modern Gontor VII
Putra Sulawesi Tenggara.
Kata
Kunci: Kepemimpinan, Religio-Tranformasional, Gontor
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah
Pondok Modern Gontor VII Putra
Sulawesi Tenggara merupakan fenomena menarik pendidikan daerah. Di tengah
kompetisi lembaga pendidikan yang semakin ketat, pondok Gontor VII Putra tetap
memperlihatkan magnet yang kuat bagi masyarakat Sulawesi Tenggara. Beberapa
keunggulan seperti: kemampuan dua bahasa (bilingual),
kewirausahaan (entrepreneurship),
kemandirian keuangan (Chizanah),
jaringan antar lembaga (nerworking),
merupakan daya tarik bagi masyarakat Sulawesi Tenggara dan sekitarnya untuk
menitipkan anak-anak mereka pada lembaga tersebut.
Konsistensi pengamalan 14 point
kualifikasi kepemimpinan di atas menjadi kekuatan besar dalam membangun karakter
dan budaya organisasi Pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara. Kualifikasi kepemimpinan jika
ditelisik tidak hanya merupakan pancaran dari semangat keagamaan tetapi juga
mengadopsi nilai yang berkembang dalam tradisi non agama seperti kepemimpinan
transformasional yang berkembang di barat. Hal ini dimungkinkan di Pondok
Gontor karena gagasan pendiriannya merupakan gabungan dari beberapa model
pendidikan di beberapa negara.
Fokus Penelitian
Penelitian ini berupaya menelisik
relasi eksistensi figur Kiai dengan karakter dan budaya pondok Gontor VII
Putra. Pandangan hidup Kiai dalam konteks perubahan budaya dan perannya dalam
membangun (memelihara) karakter dan budaya organisasi pondok adalah dua hal
yang menjadi sorotan utama penyelidikan.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
penelitian ini bermaksud mendalami masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
proliferasi PM Gontor menjadi corporasi pesantren terbesar di Indonesia ?
2. Bagaimana
kepemimpinan kiai dalam membangun budaya organisasi PM Gontor VII Putra
Sulawesi Tenggara?
Sulawesi Tenggara?
3. Bagaimana
kepemimpinan kiai dalam membangun karakter PM Gontor VII PutraSulawesi
Tenggara?
Tenggara?
4. Bagaimana
eksistensi kiai sebagai sosok religio transformasional dalam kehidupan PM
Gontor
VII Putra Sulawesi Tenggara?
VII Putra Sulawesi Tenggara?
TINJAUAN
PUSTAKA
Kajian
Terdahulu
Sebagai persoalan penting dalam
kehidupan berkelompok bagi manusia, persoalan kepemimpinan telah mengundang
berbagai ahli untuk melakukan penelitian dan kajian-kajian. beberapa di
antaranya adalah Ade Juhana yang melakukan riset tentang ”Kepemimpinan
Kiai-Jawara: Relasi Kuasa dalam Kepemimpinan Tradisional Religio-Magis di
Pedesaan Banten". "Pesantren: dari Transformasi Metodologi menuju
Demokratisasi Institusi" yang dilakukan oleh Mujamil Qomar. Said Aqil
Siradj yang mengambil tema "Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren". Syahrul Marham melakukan kajian tentang
"Tanggung Jawab Sosial Pesantren". La Ode Abdul Wahab melakukan
kajian kebahasaan dengan tema "Perilaku Berbahasa Santri pada Pondok
Gontor VII Putra Puudahoa Sulawesi Tenggara". Demikian juga Abdul Kadir
melakukan kajian lebih lanjut tentang Kepemimpinan Islam, Budaya Organisasi dan
Iklim Kerja di Pondok Gontor VII Putra Sulawesi Tenggara.
Kerangka
Teoretik
Diskursus manajemen secara mutawatir
menegaskan bahwa inti dari manajemen adalah kepemimpinan. Planning, Organizing, dan Controlling dirangkai oleh kegiatan Actuating yang secara esensial berarti
proses menggerakkan. Dalam proses menggerakkan inilah fungsi kepemimpinan berlaku.
Seseorang yang memiliki pengaruh kuat (leader)
yang menjadi lokomotif penyambung POC (Planning,
Organizing, Actuating). Kehadiran seorang pemimpin seorang sejatinya dalam
rangka memberi perbedaan (make a
difference).
Karenanya pemimpin adalah seseorang
yang memiliki kemampuan merangkai seluruh potensi organisasi untuk tujuan
bersama. Sebagaimana ditegaskan oleh Overton bahwa "Kepemimpinan merupakan
kemampuan memperoleh tindakan dengan dan melalui orang lain dengan kepercayaan
dan kerjasama". Lebih luas lagi dilukiskan oleh Stoner dkk bahwa
"kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi anggota dalam
berbagai kegiatan yang harus dilakukan".
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Informan kuncinya adalah Kiai
sehingga memungkin untuk mendapatkan data primer maupun sekunder. Data
dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi terlibat, dan studi
dokumentasi. Analisis data menggunakan model dari Miles dan Huberman, yakni
pengumpulan data, reduksi, display, dan verifikasi. Sedangkan pengujian
keabsahan data dilakukan dengan cara member
check, trianggulasi, perpanjangan pengamatan dan peningkatan ketekunan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Proliferasi PM
Gontor Menjadi Korporasi Pesantren
Perjalanan panjang Pondok Modern
Darussalam Gontor pada abad ke-18. Pondok tegalsari sebagai cikal bakal Pondok
Modern Darussalam Gontor didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Bashari. Ribuan santri
berduyun-duyun menuntut ilmu di pondok ini. Saat pondok tersebut dipimpin oleh
Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai
bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera penghulu Jamaluddin dan cucu
paneran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan
Kyai pun sayang padanya. Maka setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah
memperoleh ilmu yang cukup, ia dinikahkan dengan putri Kyai dan diberi
kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor. Gontor adalah
sebuah tempat yang terletak kurang 3 km sebelah timur Tegalsari dan 11 km ke
arah tenggara dari kota ponorogo. Pada saat itu, gontor masih merupakan kawasan
hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini di kenal sebagai
tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun, bahkan pemabuk.
PM Gontor dibawah pimpinan Kyai
Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang pesat, khususnya ketika dipimpin oleh
puteranya yang bernama Kyai Anom Besari. Setelah kyai Anom Basari wafat, Pondok
Gontor diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor lama di bawah
pimpinan Kyai Santoso Anom Besari. Setelah pejalanan tersebut, tibalah masa
bagi generasi keempat. Tiga dari tujuh putra-putri Kyai Santsoso Anom Besari
menuntut ilmu ke berbagai lembaga pndidikan dan pesantren, dan kemudian kembali
ke Gontor untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor, mereka adalah :
· KH. Ahmad Sahal
(1901-1977)
· KH. Zainuddin
Fanani (1908-1967)
· KH. Imam
Zarkasyi (1910-1985)
Ketiga orang tokoh di atas melakukan
pembaharuan system pendidikan di Gontor dan mendirikan Pondok Modern Darussalam
Gontor pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul awwal 1345,
dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Singkatnya, perkembangan PM Gontor
menjadi korporasi pesantren terbesar di Indonesia melalui tiga fase yakni:
berawal dari Pondok Tegal Sari yang dipimpin oleh Kiai Ageng Hasan Bashari di
abad 18, masa perkembangan pada generasi kedua dan ketiga di bawah pimpinan
Kiai Anom Bashari dan Kiai Santoso Anom Bashari, Reformasi dan Ekspansi pada
generasi keempat dibawah trimurti (KH. Ahmas Sahal, KH. Zainuddin Fanani, KH.
Imam Zarkasyi).
Kepemimpinan
Kiai dalam Membangun Budaya Organisasi PM Gontor VII Putra
Layaknya
sebuah bangunan, budaya organisasi merupakan seperangkat komponen yang
bersifatabstrak maupun kongkrit yang mewarnai kiprah organisasi sekaligus
menjadi identitas yang membedakannya dari entitas lain. Komponen yang bersifat
abstrak itu seperti gagasan dan cita-cita dan nilai-nilai bersama. Sedangkan
komponen yang bersifat kongkrit itu dapat berupa strategi dan produk yang
dihasilkan oleh sebuaha lembaga. Strategi dan produk merupakan manifestasi dari
gagasan/cita-cita dan nilai-nilai bersama yang dianut.
Budaya organisasi pondok modern
gontor merupakan produk sejarah dimana beberapa manusia-manusia “istimewa”
menjadi agen utamanya. Sehingga upaya memahami budaya mereka haruslah dimulai
dengan melakukan pembacaan secara komprehensif perjalanan panjang pondok
pesantren ini.
Gambar 1. Budaya PM Gontor VII
DIMENSI
|
KONTEN
|
Gagasan
& Cita-Cita
|
Tanggung
jawab memajukan umat Islam & mencari Ridha Allah SWT
|
Strategi
|
Pendirian
Lembaga Pesantren (Awal) dan Ekspansi (saat ini)
|
Nilai-Nilai
Bersama
|
Panca
Jiwa:
Jiwa
Keikhlasan
Jiwa
Kesederhanaan
Jiwa
Berdikari
Jiwa
Ukhuwah Islamiya
Jiwa
Bebas
|
Artefak
|
Produk
dalam bentuk lulusan, layanan sebagai cerminan dari panca Jangka:
|
Kepemimpinan
Kiai dalam Membangun Karakter PM Gontor VII Putra
Karakter pondok modern gontor
tertuang dalam motto: berbudi tingi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan
berpikir bebas, serta semboyan “berdiri di atas dan untuk semua golongan”. Gontor
sebagai sintesa Al-Azhar, Syanggit, Aligarh dan Santiniketan. Para pendiri
Pondok Modern Darussalam Gontor, pada awal pembangunan pondok gontor baru telah
mengkaji berbagai lembaga pendidikan terkenal dan maju di luar negeri,
khususnya yang sesuai dengan system pondok pesantren.
Kiai Sebagai
Sosok Pemimpin Religio-Transformasional dalam kehidupan PM Gontor VII Putra
Sulawesi Tenggara
Keberadaaan kyai sangat strategis
sebagai pemimpin transformasional, pembangunan dan penjaga budaya organisasi
pondok, serta membentuk karakter Pondok Modern Gontor Puudahoa. Sejarah panjang
yang diiringi banyak sukses menjadi tanda bahwa pondok modern gontor memiliki
budaya organisasi yang kuat. Konsistensi yang tinggi dalam menjalani gagasan
dasar tentang “tanggung jawab memajukan umat Islam dan mencari ridha Allah”
mewujud dalam pendirian lembaga pesantren. Inovasi dilakukan dengan melakukan
sintesa atas model pendidikan dibeberapa negara yang memiliki keunggulan
spesifik, sehingga dirumuskanlah konsep pondok gontor yang mendunia, inklusif
dan populis. Kekuatan budaya organisasi ini jugalah yang menjadikan pondok
gontor sebagai “korporasi pendidikan besar” di Indonesia melalui ekspansi ke
wilayah-wilayah nusantara.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan
hasil analisis, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam kajian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Proliferasi
Pondok Modern Gontor hingga menjadi korporasi pesantren terbesar di Indonesia
telah melewati pasang surut sejarah yang cukup panjang. Dimulai oleh generasi
pertama di Pondok Tegal Sari yang dipimpin oleh Kiai Ageng Hasan Bashari pada
abad ke 18, memasuki masa perkembangan pada generasi kedua dan ketiga di bawah
Kiai Anom Bashari dan Kiai Santoso Anom Bashari, kemudian masuk masa reformasi
dan ekspansi di bawah kepemimpinan Trimurti (Kiai Ahmad Sahal, Kiai Zainuddin
Fanani, Kiai Imam Zarkasyi). Mengikuti seleksi, PM Gontor berdiaspora di
Nusantara yang salah satu bentuknya adalah PM Gontor VII Putra di Desa
Puudahoa, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
2.
Budaya
organisasi Pondok Modern Gontor VII Puudahoa terdiri dari beberapa dimensi
yakni: gagasan dan cita-cita tentang tanggung jawab memajukan ummat Islam dan
mencari ridha Allah. Gagasan dan cita-cita tersebut diwujudkan dalam bentuk
pendirian lembaga pesantren yang merupakan sintesa dari empat lembaga
pendidikan dunia yang memiliki keunggulan spesifik. Sintesa tersebut
menghasilkan nilai-nilai bersama yang disebut “panca jiwa”, yakni lima semangat
dasar yang melandasi gerakan pondok modern gontor, yakni jiwa keikhlasan, jiwa
kesederhanaan, jiwa berdikari, jiwa ukhuwah islamiyah, dan jiwa bebas.
Sedangkan artefak-artefak yang diamati adalah: produk yang berupa
lulusan/alumni yang tersebar di seluruh penjuru nusantara, ekspansi organisasi
ke seluruh nusantara, kemampuan multi-bahasa, dan enterpreneunship.
3.
Karakter
pondok modern gontor tertuang dalam motto: berbudi tingi, berbadan sehat, berpengetahuan
luas, dan berpikir bebas, serta semboyan “berdiri di atas dan untuk semua
golongan”.
4.
Keberadaaan
kyai sangat strategis sebagai pemimpin transformasional, pembangunan dan
penjaga budaya organisasi pondok, serta membentuk karakter Pondok Modern Gontor
Puudahoa. Sejarah panjang yang diiringi banyak sukses menjadi tanda bahwa
pondok modern gontor memiliki budaya organisasi yang kuat. Konsistensi yang
tinggi dalam menjalani gagasan dasar tentang “tanggung jawab memajukan umat
Islam dan mencari ridha Allah” mewujud dalam pendirian lembaga pesantren.
Inovasi dilakukan dengan melakukan sintesa atas model pendidikan dibeberapa
negara yang memiliki keunggulan spesifik, sehingga dirumuskanlah konsep pondok
gontor yang mendunia, inklusif dan populis. Kekuatan budaya organisasi ini
jugalah yang menjadikan pondok gontor sebagai “korporasi pendidikan besar” di
Indonesia melalui ekspansi ke wilayah-wilayah nusantara.
Saran-saran
Penelitian yang bersifat deskritif
ini menghasilkan beberapa catatan rekomendasi sebagai beikut:
1.
Perlunya menguatkan budaya oraganisasi
pada lembaga-lembaga pendidikan terutama pada konteks kajian ini yakni lembaga
pendidikan Islam (pesantren, madrasah dan sekolah Islam), dengan menjadikan
pondok gontor sebagai benchmarking.
2.
Kebesaran sebuah lembaga sangat
ditentukan oleh karakter yang terbangun di dalamnya, sehingga sangat disarankan
kepada para pelaku organisasi pendidikan untuk fokus pada persoalan pembentukan
karakter tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulloh
(Tesis), Pengaruh Budaya Organisasi, Locus Of Control dan Kepuasan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Pada Kantor Pelayanan Pajak Semarang Barat,
Universitas Diponegoro, 2006
Azra, Azyumardi,
Essei Intelektual Muslim Dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999
Basri, Husen
Hasan dkk, Pengajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren, Jakarta, Badan
Litbang Dan Diklat Kemenag RI, 2011
Batmang, Pembelajaran
Bahasa Arab pada Pondok Modern Gontor VII Puudahoa; Studi Etnografi di Sulawesi
Tenggara, P3M STAIN Kendari, 2012
Bedeian, Arthur
W And Glueck, William F, Management, Third Edition, Chicago: The Dryden
Press, 1983
Bungin, Burhan, Penelitian
Kualitatif, Jakarta: Kencana, 2008
Bungin, Burhan, Penelitian
Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2008
B.
Miles, Mattew & A. Michael Huberman, Analisiss Data Kualitatif,
Terjemahan: Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta : UI Press, 1992
Daulay,
Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004
David
Thenuwara Gamage and Nicholas Sun-Keung Pang, Leadership and Management In
Education; Developing Essential Skills And Competencies, Hong Kong: The
Chinese University Press, 2003
Dhofier,
Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta: LP3ES, 1982
Gabriel,
Vincent, Management, Third Edition, Singapore: Pearson Eduction South
Asia Singapore Pte Ltd, 2003
Griffin,
Ricky W, Management, Second Edition, Houngthon Mifflin Company, 1987
Gibson,
Donelly, Ivancevich, Alih Bahsa: Zuhad Ichyaudin. Manajemen. Jakarta:
Erlangga, 1997
Handoko,
T.Hani, Manajemen, Yogyakarta, BPFE-UGM, 2003
James
L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnely, JR, Organizations:
Behavior, Structure, Processes, Seventh Edition, Boston: Richard D. Irwin,
1991
Koontz,
Harold And Cyril O’Donnel, Heinz Weihrich, Management, Eight Edition,
New York: Mcgraw-Hill Book Company, 1984
Luthans,
Fred, Organizational Behavior, Seventh Edition, New York: Mcgraw-Hill
International, 1995
Jurnal
Edukasi Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI Volume 9, Nomor 1, Januari-April
2011
Madjid,
Nurcholis, Islam Agama Kemanusiaan, Jakatra: Paramadina, 1995
Mastuhu,
Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: Inis, 1994
Moleong,
Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004
Mujammil
Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi, Jakarta: Erlangga, 2002
Rahmwati,
Ike Kusdiyah, Manajemen, Malang: UMM Press, 2005
Schein,
Edgar H, Oraganizational Culture and Leadership, San Fransisco:
Jossey-Bass, 2004
Siagian,
Sondang P, Filsafat Administrasi, Edisi Revisi, Cet.I, Jakarta: Bumi
Aksara, 2003
Setyorini,
Christina Tri, Siti Maghfiroh, Yusriyanti Nur Farida, http://journal.bakrrie.ac.id/index.php/journal_mra/article/view/46
diunduh: 01 februari
2013
Sitomorang,
Benyamin (Disertasi), Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Komunikasi
Interpersonal, dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisassi Kepala Sekolah
(Studi Kasus pada SMK di Kota Medan), Universitas Negeri Medan, 2012
Steenbrink,
Karel, Pesantren, Madrassah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,
Jakarta: LP3ES, 1994
Stoner,
James AF., R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbart JR. Manajemen. Jakarta:
PT. Prenhallindo, 1996
Straus,
Anselm & Corbin, Juliet, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah
dan Teknik Teoritisasi Data, Cet.I, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003
Sugiyono,
Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta, 2004
Sugiyono,
Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005
Tafsir,
Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rodakarya, 2000
Tjiptono,
Fandy & Diana, Anastasia, Total Quality Management, Edisi Revisi,
Yogyakarta: Andi, 2003
Wahab,
La Ode Abdul, Perilaku Berbahasa Santri, P3M STAIN Kendari, Tahun 2011
Wahid,
Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta:
LkiS, 2010
Wahid,
Abdurrahman, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi
Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999
Williamss,
Chuck, Terjemaahan: M. Sabaruddin Napitupulu. Manajemen, Jakarta:
Salemba Empat, 2001
Winardi,
SE, Kepemimpinan dalam Manajemen, cet.II, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2000
Yasmadi, Modernisasi
Pesantren: Kritik Nurcholish Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional,
Jakarta: Ciputas Press, 2002
SILAHKAN KAWAN-KAWAN MPI-B/15 MEMBERI ULASAN
BalasHapusDari uraian diatas bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama islam dengan menekankan pentingnya moral agama serta membangun katakter santri sebagai pedoman hidup, membangun budaya organisasi pada pondok pesantren terkait dengan pendiri pondok secara tradisional memiliki dampak utama pada budaya organisasi. Selain itu Pondok pesantren telah dianggap sebagai model institusi
BalasHapuspendidikan yang mempunyai keunggulan, baik dalam tradisi
keilmuannya dinilai sebagai salah satu tradisi yang agung (great
tradition), maupun pada sisi transmisi dan internalisasi moralitasnya.
Di sisi lain pesantren juga merupakan pendidikan yang dapat
memainkan peran pemberdayaan (empowerment) dan transformasi
civil society secara efektif.
Berdasarkan uraian diatas bahwa menjadi seorang kiai itu tidaklah gampang karena sebahagian besar waktunya untuk mendidik tanpa batas waktu tidak seperti pendidik pada umumnya dan salah satu upaya memperbaiki kualitas SDM dengan adanya pondok pesantren dengan model pendidikan yang bersifat karakter dan harus dilakukan secara berkesinambungan agar karakter itu dapat terbentuk dengan kokoh.
BalasHapusBerbicara pesantren kiai dan pesantren ibarat dua mata sisi uang tidak dapat di pisahkan karena tidak mungkin ada pesantren tanpa adanya kiai begitupun sebaliknya, nah posisi kiai d sini yang sangat menentukan kemana arah perjalanan pesantren ditentukan oleh kiai karena dialah yang menjadi pemimipn masyarakat dan sekaligus ulama.
Yang tidak bisa kita pungkiri bahwa anak didik dari pondok pesantren memiliki input yang berkualitas karena memang pondok pesantren itu memiliki keunggulan atau keunikan tersendiri.
Berdasarkan uraian di atas yg sy baca yaitu :
BalasHapuspemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan merangkai seluruh potensi organisasi untuk tujuan bersama. Sebagaimana ditegaskan oleh Overton bahwa "Kepemimpinan merupakan kemampuan memperoleh tindakan dengan dan melalui orang lain dengan kepercayaan dan kerjasama".
Bgitupun dengan PM Gontor dibawah pimpinan Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang pesat, khususnya ketika dipimpin oleh puteranya yang bernama Kyai Anom Besari.
berdasarkan ulasan di atas bahwa Gontor merupakan lembaga pendidikan yang tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan mana pun. Selain itu, apa yang ada di Gontor ini terjadi proses pimpin memimpin, tidak ada yang bisa bebas semaunya sendiri, semuanya ada tatanannya dan aturannya. Dan untuk itu semuanya, siapapun yang hidup di Gontor harus mengalami proses kepemimpinan. Siap memimpin dan siap dipimpin dengan segala keikhlasannya.
BalasHapusby nur azizah mahmud
berdasarkan uraian di atas menurut saya Pengelolaan lembaga pendidikan seperti pesanteren yg di dasari dgn nilai nilai agama budi pekerti ahklaq mulia membuat podok pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yg digunakan karna menghasilkan output yg berkualitas dan di sertai dgn karakter yg berjiwa religius selain itu proses penyeleksian pemimpin/pimpinan pondok pesantren yg begitu ketat membuat lembaga pendidikan pesantren menjadi lembaga unggulan karna dipimpin oleh pemimpin yg unggul dan berkompeten di bidangnya.
BalasHapusDari uraian diatas, dalam membangun suatu lembaga pendidikan islam sudah seharusnya seorang pemimpin mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu mentransfer ilmu pengetahuannya kepada peserta didik.
BalasHapusSebagai seorang kiai atau seorang pemimpin setidaknya harus memperhatikan fungsi_fungsi manajemen diantaranya yaitu pleaning, organizing, actuating dan controling.
Anak didik dari pondok pesantren memiliki ilmu pengetahuan yang lebih dari lembaga pendidikan umum lainnya dan anak didik dari pondok pesantren memiliki karakteristik tersendiri dan pesantren mampu menciptakan output yang berkualitas.
Bismillah... Terkait dengan uraian diatas seperti yg dijelaskn bahwa sanya pondok pesantren gontor murakan pondok pesantern terbesar di indonesia. Dan pondok pesantrn gontor juga merupakan pondok pesantren yang telah diakui keunggulannya oleh masyarakat dan pemerintah, hal ini dapat dilihat dari prestsi" yg di dapatkan oleh pondok tersebut. Keunggulan itu didasari karena kemampuan pemimpin pondok dalam mengelola dan membangun budaya organisasi serta karakter pondok yang berbeda dari pondok pesantren yang lain.
BalasHapusDari uraian di atas dijelaskan bahwa Keberadaaan kyai sangat strategis sebagai pemimpin transformasional, pembangunan dan penjaga budaya organisasi pondok, serta membentuk karakter Pondok Modern Gontor Puudahoa.sukses menjadi tanda bahwa pondok modern gontor memiliki budaya organisasi yang kuat. Konsistensi yang tinggi dalam menjalani gagasan dasar tentang “tanggung jawab memajukan umat Islam dan mencari ridha Allah” mewujud dalam pendirian lembaga pesantren. Inovasi dilakukan dengan melakukan sintesa atas model pendidikan dibeberapa negara yang memiliki keunggulan spesifik, sehingga dirumuskanlah konsep pondok gontor yang mendunia, inklusif dan populis.
BalasHapusDari uraian diatas bahwasanya pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang menanamkan atau menekankan nilai-nilai pendidikan dan moral yang baik dan membentuk karakter santri menjadi lebih baik. Kemudian seorang kiai dalam mengembangkan budaya organisasi yang ada dalam lembaga pesantren agar lebih berkembang sesuai denga apa yg telah di rencanakan dan sukses sesui dengan apa yg di harapkan. Seorang kiai juga berperan penting sebagai seorang pemimpin yang memberikan teladan yang baik bagi santri-santrinya karena dengan menunjukkan teladan yang baik dapat berpengaruh baik pula bagi pembentukan karakter seorang santri. Tampak jelas bahwa pendidikan pesantren sangat menekankan pentingnya menegakkan islam di tengah-tengah kehidupan para santri sebagai sumber utama moral yang merupakan kunci moral yang baik dari keberhasilan para santri. Pesantren dalam hal ini berperan ganda, yakni pesantren terlibat dalam proses penciptaan tata nilai yang memiliki dua unsur usaha-usaha yang dilakukan terus menerus secara sadar memudahkan pola kehidupan para santri dan disiplin sosial yag ketat di pesantren untuk mendapatkan topangan moral dari kiai untuk kehidupan pribadinya yang lebih baik. Dengan teladan yang baik dari seorang kiai dapat menjadikan pondok pesantren yang terbesar di indonesia dengan memiliki kiai yg profeaional.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuspertama yang ingin saya komentari adalah daftar pustakanya. menurut saya, tulisan dengan referensi yang banyak seperti ini menunjukan bahwa penguasaan dan keahlian penulis dalam hal kepenulisan memang tidak diragukan lagi. . .
BalasHapusMenurut kacamata saya mengenai artikel di atas adalah pendidikan di Pondok Pesantren terletak pada kemampuan menciptakan sebuah sikap hidup universal yang merata, yang diikuti oleh semua santri, sehingga santri lebih bersikap hidup, independen tidak bergantung diri kepada siapa dan lembaga masyarakat apapun dan dapat memelihara sub-kultural sendiri. Sehingga jelaslah Islam sebagai Agama Rahmatan lil’alamin.
BalasHapusPesantren sekarang secara mendasar terus bertransformasi dengan memberikan bekal keterampilan atau spesifikasinya bagi para santri seperti pendidikan guru, pertanian, perikanan, kerajinan. Ini Dilakukan dalam upaya bernegosisasi dengan nilai-nilai baru yang berkembang di masyarakat akibat kemajuan science, knowladge dan teknologi informasi.
Jadi jelaslah Pondok Pesantren salah satu sarana pokok yang sangat menentukan kehidupan manusia, karena masalah keimanan dan mu’amalat dipadukan jadi kesatuan yang serasi, karena hanya perbuatan yang dilandasi imanlah yang akan mengantarkan manusia pada hidup bahagia di dunia dan hakiki diakhirat nanti.
Sudah saatnya kita semua yang menginginkan Pesantren tetap berpijak pada jati dirinya untuk lebih serius dalam mencurahkan perhatiannya tanpa harus membedakan pesantren salaf dan kholaf, klasik dan modern, mandiri dan terpadu. Karena Pondok Pesantren dalam rentang sejarahnya telah memberikan kontribusi nyata dalam melahirkan generasi berkualitas dan mampu menjaga moralitas bangsa. Revitalisasi pondok pesantren mutlak dibutuhkan dalam membangun bangsa menuju baldatun toyyibatun warobbun gofur...
syukron,,,